Pembelajaran dari Jurusan Matematika Untuk Hidup Lebih Baik

Bayangkan seorang ahli matematika. Apa yang kamu lihat? Mari kita lihat gambaran seorang matematikawan  yang populer. Sudah larut malam. Seseorang membungkuk di atas meja menulis ke dalam buku catatan. Kamar berbau seperti debu grafit, serutan penghapus dan bau badan. Angka dan simbol bersinar dalam cahaya lampu, dan sebuah kalkulator duduk diam di dekat buku teks menjulang.


Image by Gerd Altmann from Pixabay 

Ini bukan stereotip yang sama sekali buruk. Matematika mungkin akan membuat penggiatnya terlihat aneh, seperti orang gua. Jadi ketika orang mengetahui bahwa anda belajar matematika terapan di perguruan tinggi, anda akan mengerti mengapa mereka mungkin mengangkat alis seolah anda berasal dari planet lain.

Kenyataannya sebenarnya tidak terlalu aneh: Sebagian orang memilih belajar matematika karena mereka pandai dalam hal itu dan berpikir keterampilan kuantitatif akan meningkatkan prospek karier mereka.

Mungkin tidak begitu mudah untuk menemukan pekerjaan yang benar-benar menerapkan ilmu matematika hingga 99%, namun demikian ada banyak manfaat yang bisa anda dapatkan dari kuliah di jurusan matematika.

Anda mungkin akan sangat bersyukur bahwa anda mempelajarinya. Alasannya tidak ada hubungannya dengan angka, namun sangat berhubungan dengan kehidupan. Berikut adalah beberapa pembelajaran dari matematika.

1. Tidak berpikir instan

Sebagai seorang anak muda, anda mungkin berpikir anda cukup hebat, secara matematis. Jika jawaban anda tidak cocok dengan kunci di belakang buku, andak mungkin akan menyalahkan buku itu. "Pasti salah ketik," mencoba meyakinkan diri sendiri. Tidak, ada kemungkinan salah ketik, tapi sangat kecil.

Sebagai seorang mahasiswa, menemukan bahwa jawaban yang salah pertama adalah ritus peralihan - suatu kesalahan langkah yang diperlukan di jalan menuju kebenaran. Pola pikir seperti ini akan mendarah daging dalam diri mahasiswa matematika sehingga jika mereka mendapatkan jawaban yang benar pada upaya pertama, merekaakan berpikir, "Pasti keberuntungan."

Mungkin terdengar pesimistis, tetapi sebenarnya mungkin hanya pragmatis. Pencarian ini akan melatih mahasiswa matematika untuk tidak berkecil hati, dan mereka akan terlatih untuk tidak mengharapkan keberhasilan yang instan. Mereka akan terlatih dalam menghadapi kegagalan, dan hasilnya jauh lebih sabar.

2. Toleransi Tinggi Terhadap Frustrasi

Matematika bisa membuat anda merasa seperti alam semesta mengejek ketidakmampuan Anda.
Mengalikan matriks, menyelesaikan persamaan, differensial, integral, melihatnya melambai di selembar kertas yang terhapus tiga kali. Tulisan-tulisan tersebut bahkan mungkin membawa anda tidak lebih dekat ke solusi, tapi bagaimanapun frustasi yang anda alami, anda harus tetap mencobanya.

Saat terbiasa dengan frustasi tersebut, anda akan belajar menemukan kesenangan dalam frustrasi, memperlakukannya seperti permainan dan pada akhirnya anda akan menjadi pemenang.
Akibatnya, toleransi anda terhadap frustrasi jauh lebih tinggi. Benih kesabaran dan ketabahan yang ditanam akan tumbuh di buku catatan matematika itu.

3. Memandang masalah dari berbagai sudut

Mempelajari matematika seperti memiliki kotak peralatan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Setiap kali anda belajar sesuatu yang baru, pengetahuan tersebut akan masuk ke kotak merah besar peralatan anda. Siapa yang tahu kapan pengetahuan itu akan berguna? Metode lama yang telah terkubur bisa jadi menjadi kunci pas soket yang kita butuhkan nanti. Ilmu matematika didasarkan pada penggunaan alat yang tepat dalam langkah yang benar. Seninya terletak pada mengetahui alat mana yang harus diambil.

Masalahnya adalah, ketika Anda terus-menerus menemukan mesin misterius, sulit untuk menentukan alat mana yang cocok. Ini akan melatih skill anda. Anda akan menjadi mahir dalam mencoba segala macam taktik, terbiasa memandang masalah dari sudut yang berbeda pada untuk mendapatkan solusi. Dan kegembiraan sederhana saat memecahkan suatu masalah mendorong anda, karena ada perasaan yang lebih menyenangkan ketika kunci akhirnya berbunyi klik dan gembok terbuka.

4. Memeriksa Pekerjaan Kembali

Mengetahui bagaimana menyelesaikan masalah adalah Babak Pertama. Babak Keduanya adalah tidak membodohi diri sendiri dengan berpikir Anda tahu lebih banyak daripada yang Anda tahu.
Matematikawan yang arogan adalah orang yang ceroboh. Matematikawan sejati skeptis, waspada dengan naluri mereka sendiri.

Bahkan jika anda tahu bagaimana menemukan solusinya, anda masih harus melanjutkan dengan hati-hati. Satu desimal yang hilang bisa menghancurkan semuanya. Bahkan setelah anda menyelesaikannya, anda harus memeriksa setiap langkah lagi, mencoba untuk menyaring alasan yang salah atau kesalahan yang ceroboh.

Kadang-kadang kita harus memecahkan masalah dengan cara yang berbeda, memastikan bahwa kita tiba pada hasil yang sama. Matematika mengingatkan kita bahwa kita salah - rentan terhadap segala macam kesalahan dan kesalahan langkah. Kita seharusnya tidak mengambil jalan pintas, karena berjalan dengan hati-hati lebih baik daripada berlari dengan kecepatan penuh. Dan hanya karena kita sampai pada jawaban, tidak segera membuatnya menjadi jawaban yang tepat.

5. Melatih Kegigihan

Mungkin Anda pernah mendengar stereotip bahwa orang Asia pandai matematika. Katakan saja saya memiliki set sampel besar dan, tentu saja, beberapa siswa matematika Asia sangat cerdas. Jadi adakah gen yang menanamkan orang-orang Asia dengan bakat matematika? Saya sangat meragukannya.
Mungkinkah beberapa siswa Asia dibesarkan untuk menjadi lebih gigih daripada orang Amerika? Mungkin.

Dalam sebuah studi terkenal, ruang kelas kelas satu Amerika dan Jepang diberi masalah matematika yang mustahil. Para siswa Amerika menyerah setelah kurang dari 30 detik, sementara para siswa Jepang bertahan selama satu jam sebelum para pengawas menghentikan mereka untuk mengakui bahwa masalahnya tidak dapat diselesaikan. (Betapa kejamnya!).

Perbedaan besar datang ke budaya Asia yang memprioritaskan praktik dan kegigihan dalam pendidikan, bersama dengan menanamkan konsep bahwa perjuangan adalah bagian besar dari proses pembelajaran. Di dunia Barat, gagasan kecerdasan inheren didorong dan dihargai, yang melewatkan pentingnya perjuangan dalam pendidikan.

Kebanyakan kita pada saat ini akan mengeluh saat diberikan soal matematika dengan mengatakan "Kapan saya akan menggunakan ini di dunia nyata?" Menjawab pertanyaan itu secara langsung adalah sebuah kesalahan. Kapan Anda perlu menggunakan polinomial di "dunia nyata"? Mungkin tidak pernah, kawan.  Tetapi kapan Anda akan menghadapi masalah yang membutuhkan fokus lebih dari 30 detik? Sepanjang waktu.

Anda akan sangat berterimakasih bahwa matematika memaksa anda untuk berlatih kegigihan. Itu membuahkan hasil yang besar kemudian hari, bahkan jika anda terlalu dewasa untuk mengenalinya saat itu.

Demikianlah Pembelajaran dari Jurusan Matematika yang Tidak Ada Hubungannya dengan Matematika. Ingatlah, apapun yang anda pelajari di bangku sekolah atau kuliah, jangan pernah bertanya kapan anda akan menerapkan ilmu yang anda pelajari. Karena, apapun yang anda pelajari akan ada manfaatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.